"Umat-Ku akan terpecah menjadi lebih dari 70 golongan, semuanya akan masuk surga, kecuali satu golongan yang akan masuk neraka, yaitu golongan zindiq".
Keterangan : Hadits ini diriwayatkan dengan tiga jalan:
1. Diriwayatkan oleh Al 'Uqaili dalam kitab 'Adh-Dhua'afa IV : 201 dan Ibnul Jauzi dalam kitab "Al-Maudhu'at" 1 : 267 dari jalan Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat, telah menceritakan kepada kami Al-Abrad bin Al-Asyras dari Yahya bin Sa'id dari Anas secara marfu'. 2. Diriwayatkan oleh Dailami (2/1/41) dari jalan Nu'aim bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Al-Yaman dari Yasin Az-Zayyat dari Sa'ad bin Sa'id saudara Yahya bin Sa'id Al-Anshari dari Anas. 3. Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dari Daruquthni dari jalan "Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Al-Ubullity Hafs bin Umar dari Mus'ir dari Sa'ad bin Sa'id dari Anas.
RAWI HADITS
Di sanad yang pertama ada dua rawi yang sangat lemah.
1. Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat. Al-'Uqaili berkata : Ia rawi MAJHUL dan haditsnya tidak terpelihara.(lihat : Muzanul I'tidal IV : 133 dan Lisanul Mizan VI : 55-56). 2. Al-Abarad bin Al-Asyras. Ibnu Khuzaimah berkata : Ia tukang memalsukan hadits. Al-Azdiy berkata : Haditsnya tidak shah. (Lihat Mizanul I'tidal 1 : 77-78 dan Lisanul Mizan I : 128-129).
Di sanad yang kedua ada dua rawi yang lemah :
1. Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia benar tapi banyak salah (Taqrib II : 305). 2. Yasin bin Mu'adz Az-Zayyat. Imam Bukhari berkata : Munkarul hadits. Nasa'i dan Ibnu Junaid berkata : Ia rawi Matruk, Ibnu Hibban berkata : Ia sering meriwayatkan hadits Maudhu'. (lihat Mizanul I'tidal IV : 358).
Di sanad yang ketiga, ada dua rawi tukang dusta.
1. Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy As-Sijistani. Kata Ibnu Khuzaimah : Aku bersaksi bahwasanya ia sering memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam (lihat Mizanul I'tidal III : 49). 2. Abu Ismail Al-Ubuliy Hafs bin Umar bin Maimun. Kata Abu Hatim Ar-Razi : Ia adalah syaikh tukang dusta (lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil III : 183 nomor 789).
KESIMPULAN
Kata Ibnul Jauzi : Hadits dengan lafadz seperti di atas tidak ada asalnya. Yang benar adalah : Satu golongan yang masuk surga yaitu : Al-Jama'ah (Al-Maudhu'at I : 267-268 cet. II Darul Fikr 1403 H). Kata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Hadits dengan lafadz seperti ini (yakni seperti yang tersebut di atas) adalah PALSU.
PERIKSA
* Al-Maudhu'at I : 267-268 oleh Ibnul Jauzi. * Al-Laali' Al-Mashnu'ah fil Ahaditsil Maudhu'ah I : 128 oleh As-Suyuthi. * Tanziihusy Syari'ah I : 310 oleh Ibnul Araq Al-Kattaani. * Al-Fawaaidul majmua'ah fil Ahaaditsil Maudhu'ah hal : 431-432 nomor 1387 oleh Imam Syaukani. * Silsilah Ahaadits Dha'iifah wal Maudhu'ah nomor 1035 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. * Kitab-kitab Rijaalul Hadits yang tersebut di atas.
Kelemahan Hadits-Hadits Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan
Sering kita melihat diantara saudara-saudara kita apabila telah selesai berdo'a, kemudian mereka mengusap muka mereka dengan kedua telapak tangannya. Mereka yang mengerjakan demikian itu, ada yang sudah mengetahui dalilnya, tapi mereka tidak mengetahui derajat dari dalil tersebut. Apakah sah datang dari Nabi shallallau 'alaihi wa sallam atau tidak .? Ada juga yang mengerjakan karena ikut-ikutan (taklid) saja.
Oleh karena itu jika ada orang bertanya kepada saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : "Adakah dalilnya tentang mengusap muka dengan kedua telapak tangan sesudah selesai berdo'a, dan bagaimana derajatnya, sah atau tidak dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ..? Maka saya menjawab ; "Bahwa tentang dalilnya ada beberapa riwayat yang sampai kepada kita, tapi tidak satupun yang sah (shahih atau hasan) datangnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam".
Untuk itu ikutilah pembahasan saya di bawah ini, mudah-mudahan banyak membawa manfa'at bagi saudara-saudara.
HADIST PERTAMA
"Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata ; "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : Apabila engkau meminta (berdo'a) kepada Allah, maka hendaklah engkau berdo'a dengan kedua telapak tanganmu, dan janganlah engkau berdo'a dengan kedua punggungnya. Maka apabila engkau telah selesai berdo'a, maka usaplah mukamu dengan kedua telapak tanganmu". (Riwayat Ibnu Majah No. 1181 & 3866).
Hadits ini derajatnya sangatlah LEMAH/DLO'IF. Karena di sanadnya ada orang (rawi) yang bernama SHALIH BIN HASSAN AN-NADLARY. Para ahli hadits melemahkannya sebagaimana tersebut di bawah ini :
1. Kata Imam Bukhari : Munkarul Hadits (orang yang diingkari hadits/riwayatnya). 2. Kata Imam Abu Hatim : Munkarul Hadits, Dlo'if. 3. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Tidak ada apa-apanya (maksudnya : lemah). 4. Kata Imam Nasa'i : Matruk (orang yang ditinggalkan haditsnya). 5. Kata Imam Ibnu Ma'in : Dia itu Dlo'if. 6. Imam Abu Dawud telah pula melemahkannya.
Imam Abu Dawud juga meriwayatkan dari jalan Ibnu Abbas, tapi di sanadnya ada seorang rawi yang tidak disebut namanya (dalam istilah ilmu hadits disebut rawi MUBHAM). sedang Imam Abu Dawud sendiri telah berkata : "Hadits inipun telah diriwayatkan selain dari jalan ini, dari Muhammad bin Ka'ab al-Quradziy (tapi) SEMUANYA LEMAH. Dan ini jalan yang semisalnya, dan ia (hadits Ibnu Abbas) juga lemah". (Baca : Sunan Abi Dawud No. 1485).
HADITS KEDUA
Telah diriwayatkan oleh Saa-ib bin Yazid dari bapaknya (Yazid) :
"Artinya : Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila beliau berdo'a mengangkat kedua tangannya, (setelah selesai) beliau mengusap mukanya dengan kedua (telapak) tangannya". (Riwayat : Imam Abu Dawud No. 1492).
Sanad hadits inipun sangat lemah, karena di sanadnya ada rawi-rawi :
1. IBNU LAHI'AH, seorang rawi yang lemah. 2. HAFSH BIN HASYIM BIN 'UTBAH BIN ABI WAQQASH, rawi yang tidak diketahui/dikenal (majhul).
[Baca : Mizanul 'Itidal jilid I hal. 569].
HADITS KETIGA
Telah diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ia berkata :
"Artinya : Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila mengangkat kedua tangannya waktu berdo'a, beliau tidak turunkan kedua (tangannya) itu sehingga beliau mengusap mukanya lebih dahulu dengan kedua (telapak) tangannya". (Riwayat : Imam Tirmidzi).
Hadits ini sangat lemah, karena disanadnya ada seorang rawi bernama HAMMAD BIN ISA AL-JUHANY.
1. Dia ini telah dilemahkan oleh Imam-imam : Abu Dawud, Abu Hatim dan Daruquthni. 2. Imam Al-Hakim dan Nasa'i telah berkata : Ia telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij dan Ja'far Ash-Shadiq hadits-hadits palsu.
[Baca : Al-Mizanul 'Itidal jilid I hal. 598 dan Tahdzibut-Tahdzib jilid III hal. 18-19]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Adapun tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya di waktu berdo'a, maka sesungguhnya telah datang padanya hadits-hadits yang shahih (lagi) banyak (jumlahnya). Sedangkan tentang beliau mengusap mukanya dengan kedua (telapak) tangannya (sesudah berdo'a), maka tidak ada padanya (hadits yang shahih lagi banyak), kecuali satu-dua hadits yang tidak dapat dijadikan hujjah (alasan tentang bolehnya) dengan keduanya". [Baca : Fatawa Ibnu Taimiyah jilid 22 hal. 519].
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berkata : Bahwa perkataan Ibnu Taimiyah tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya telah datang padanya hadits-hadits yang shahih lagi banyak, ini memang sudah betul dan tepat. Bahkan hadits-haditsnya dapat mencapai derajat mutawatir karena telah diriwayatkan oleh sejumlah sahabat.
Di bawah ini saya akan sebutkan sahabat yang meriwayatkannya dan Imam yang mengeluarkan haditsnya :
1. Oleh Abu Humaid (Riwayat Bukhari & Muslim). 2. Oleh Abdullah bin Amr bin Ash (Riwayat Bukhari & Muslim). 3. Oleh Anas bin Malik (Riwayat Bukhari) tentang Nabi berdo'a di waktu perang Khaibar dengan mengangkat kedua tangannya. 4. Oleh Abu Musa Al-Asy'ari (Riwayat Bukhari dan lain-lain). 5. Oleh Ibnu Umar (Riwayat Bukhari). 6. Oleh Aisyah (Riwayat Muslim). 7. Oleh Abu Hurairah (Riwayat Bukhari). 8. Oleh Sa'ad bin Abi Waqqash (Riwayat Abu Dawud).
Dan lain-lain lagi shahabat yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya di berbagai tempat. Semua riwayat di atas (yaitu : tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a mengangkat kedua tangannya) adalah merupakan FI'IL (perbuatan) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun yang merupakan QAUL (perkataan/sabda) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada di-riwayatkan oleh Malik bin Yasar (sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Apabila kamu meminta (berdo'a) kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan telapak tangan kamu, dan janganlah kamu meminta kepada-nya dengan punggung (tangan)". (Shahih Riwayat : Abu Dawud No. 1486).
Kata Ibnu Abbas (sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) :
"Artinya : Permintaan (do'a) itu, yaitu : Engkau mengangkat kedua tanganmu setentang dengan kedua pundakmu". (Riwayat Abu Dawud No. 1486).
Adapun tentang tambahan "mengusap muka dengan kedua telapak tangan sesudah selesai berdo'a" telah kita ketahui, semua riwayatnya sangat lemah dan tidak boleh dijadikan alasan tentang sunatnya sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi yang sunahnya itu hanya mengangkat kedua telapak tangan waktu berdoa.
Adalagi diriwayatkan tentang mengangkat kedua tangan waktu berdo'a.
"Artinya :Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : 'Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya Allah itu Baik, dan Ia tidak akan menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah perintahkan mu'minim sebagaimana Ia telah perintahkan Rasul, Ia berfirman : "Wahai para Rasul !.. Makanlah dari yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih, sesungguhnya Aku dengan apa-apa yang kamu kerjakan maha mengetahui ". (Al-Mu'minun : 51). Dan Ia telah berfirman (pula) : "Wahai orang-orang yang beriman !. Makanlah dari yang baik-baik apa-apa yang Kami rizkikan kepada kamu". (Al-Baqarah : 172). Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang seseorang yang mengadakan perjalanan jauh dengan rambut kusut-masai dan berdebu. (orang tersebut) mengangkat kedua tangannya ke langit (berdo'a) : Ya Rabbi ! Ya Rabbi ! (Kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selanjutnya) : "Sedangkan makanannya haram dan minumannya haram dan pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, maka bagaimana dapat dikabulkan (do'a) nya itu". (Shahih Riwayat Muslim 3/85).
Di hadits ini ada dalil tentang bolehnya mengangkat kedua tangan waktu berdo'a (hukumnya sunat). Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, menceritakan tentang seseorang yang berdo'a sambil mengangkat kedua tangannya ke langit. Orang tersebut tidak dikabulkan do'anya karena : Makanan, minuman, pakaiannya, dan diberi makan dari barang yang haram atau hasil yang haram.
KESIMPULAN
1. Tidak ada satupun hadits yang shahih tentang mengusap muka dengan kedua telapak tangan sesudah berdo'a. Semua hadits-haditsnya sangat dlo'if dan tidak boleh dijadikan alasan tentang sunatnya. 2. Karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mengamalkannya berarti BID'AH. 3. Berdo'a dengan mengangkat kedua tangan hukumnya sunat dengan mengambil fi'il dan qaul Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah sah. 4. Ada lagi kebiasaan bid'ah yang dikerjakan oleh kebanyakan saudara-saudara kita yaitu : Mengusap muka dengan kedua telapak tangan atau satu telapak tangan sehabis salam dari shalat.
HADITS PERTAMA Artinya :"Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW, shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka'at, (hadits riwayat : Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Thabrani di kitabnya Al-Mu'jam Kabir dan Ausath, Baihaqi & Ibnu Adi dan lain-lain). Di riwayat lain ada tambahan : "Dan (Nabi SAW) witir setelah shalat dua puluh raka'at". Riwayat ini semuanya dari jalan Abu Syaibah, yang namanya : Ibrahim bin Utsman dari Al-Hakim dari Misqam dari Ibnu Abbas.
Imam Thabrani berkata : Tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas melainkan dengan isnad ini. Imam Baihaqi berkata : Abu Syaibah menyendiri dengannya, sedang dia itu dlo'if. Imam Al-Haistami berkata di kitabnya "Majmauz Zawaid (3/172) : Sesungguhnya Abu Syaibah ini dlo'if. Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata di kitabnya Al-Fath (syarah Bukhari) : Isnadnya dlo'if, Al-Hafidz Zaila'i telah mendlo'ifkan isnadnya di kitabnya Nashbur Rayah (2/172). Demikian juga Imam Shan'ani di kitabnya Subulus Salam (syarah Bulughul Maram) mengatakan tidak ada yang sah tentang Nabi shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka'at. Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa hadits ini DLO'IFUN JIDDAN (Sangat Dlo'if). Bahkan muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan : MAUDLU'.
Tentang kemaudlu'an hadits ini telah beliau terangkan di kitabnya "Silsilah Hadits Dlo'if wal Maudlu" kitab "Shalat Tarawih" dan "Irwaul Ghalil". Siapa yang ingin mengetahui lebih luas lagi tentang masalah ini, bacalah tiga kitab Syaikh Al-Albani di atas, khususnya kitab shalat tarawih. Sebagaimana telah kita ketahui dari keterangan beberapa Ulama di atas sebab lemahnya hadits ini, karena di isnadnya ada seorang rawi tercela, yaitu IBRAHIM BIN UTSMAN ABU SYAIBAH. Ulama-ulama ahli hadits menerangkan mengenai Ibrahim bin Utsman Abu Syaibah, sebagai berikut : Kata Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya, Ibnu Main dll : Dlo'if. Kata Imam Tirmidzi : Munkarul Hadits. Kata Imam Bukhari : Ulama-ulama (ahli hadits) mereka diam tentangnya (ini satu istilah untuk rawi lemah tingkat tiga). Kata Imam Nasa'i : Matrukul Hadits. Kata Abu Hatim : Dlo'iful Hadits, Ulama-ulama diam tentangnya dan mereka (ahli hadits) meninggalkan haditsnya. Kata Ibnu Sa'ad : Adalah dia Dlo'iful Hadits. Kata Imam Jauzajaniy : Orang yang putus (satu istilah untuk lemah tingkat ketiga). Kata Abu Ali Naisaburi : Bukan orang yang kuat (riwayatnya). Kata Imam Ad-Daruquthni : Dlo'if. Al-Hafidz menerangkan : Bahwa ia meriwayatkan dari Al-Hakam hadits-hadits munkar. Periksalah kitab-kitab : Irwaul Ghalil, oleh Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. 2 : 191, 192, 193. Nashbur Raayah, oleh Al-Hafidz Zaila'i. 2 : 153. Al-Jarh wat Ta'dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim. 2 : 115 Tahdzibut-Tahdzib, oleh Imam Ibnu Hajar. 1 : 144, 145 Mizanul I'tidal, oleh Imam Adz-Dzahabi. 1 : 47, 48 HADITS KEDUAArtinya :"Dari Yazid bin Ruman, ia berkata : Adalah manusia pada zaman Umar bin Khattab mereka shalat tarawih di bulan Ramadlan dua puluh tiga raka'at". (hadits riwayat : Imam Malik dikitabnya Al-Muwath-tha 1/115).
Keterangan : Hadits ini tidak sah ! Ketidaksahannya ini disebabkan karena dua penyakit : Pertama : MUNQATI' (Terputus Sanadnya). Karena Yazid bin Ruman yang meriwayatkan hadits ini tidak bertemu dengannya. Imam Baihaqi sendiri mengatakan : Yazid bin Ruman tidak bertemu dengan Umar, dengan demikian sanad hadits ini Terputus ! Sanad yang demikian oleh Ulama-ulama ahli hadits dinamakan Munqati', sedang hadits yang sanadnya munqati' menurut ilmu Musthalah Hadits yang telah disepakati, masuk dalam hadits Dlo'if yang tidak boleh dijadikan alasan atau dalil. Tentang tidak bertemunya Yazid bin Ruman ini dengan Umar telah saya periksa seteliti mungkin di kitab-kitab rijalul hadits yang ternyata memang benar bahwa ia tidak pernah bertemu atau sezaman dengan Umar bin Khattab. Kedua : Riwayat di atas bertentangan dengan riwayat yang sudah shahih di bawah ini : "Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata : "Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariy supaya keduanya shalat mengimami manusia dengan SEBELAS RAKA'AT". Sanad hadits ini shahih, karena : Imam Malik seorang Imam besar lagi sangat kepercayaan yang telah diterima umat riwayatnya. Muhammad bin Yusuf seorang kepercayaan yang dipakai riwayatnya oleh Imam Bukhari dan Muslim. Sedang Saib bin Yazid seorang shahabat kecil yang bertemu dan sezaman dengan Umar bin Khatab. Dengan demikian sanad hadits ini MUTTASHIL (BERSAMBUNG), KESIMPULAN Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Nabi SAW shalat di bulan Ramadlan (shalat tarawih) 20 raka'at atau 21 atau 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih. Tentang ini tidak tersembunyi bagi mereka yang alim dalam ilmu hadits. Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa di zaman Umar bin Khattab para shahabat shalat tarawih 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih sebagaimana keterangan di atas. Bahkan dari riwayat yang SHAHIH kita ketahui bahwa Umar bin Khattab memerintahkan shalat tarawih dilaksanakan sebelas raka'at sesuai dengan contoh Rasululullah SAW. Baca Selanjutnya...
HADITS PERTAMA Artinya :"Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul 'Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui). (Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya 'Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu'jamul Kabir).
Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif
Pertama :Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo'if Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta) Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya) Kata Imam Sa'dy : Dajjal, pendusta. Kedua :Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya. Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll. Periksalah kitab-kitab berikut : Mizanul I'tidal 2/666 Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami Zaadul Ma'ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani. HADITS
KEDUA Artinya :"Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi SAW : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka). (Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath). Sanad hadits ini Lemah/Dlo'if
Pertama :Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya. Kata Imam Ibnu 'Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah ! Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I'tidal 1/239). Kedua :Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan. Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar : Matruk. Kata Imam Ibnu 'Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I'tidal 2/7) Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?
HADITS KETIGA Artinya :"Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi SAW. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa 'Alaa Rizqika Aftartu." (Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.) Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit. Pertama :"MURSAL, karena Mu'adz bin (Abi) Zur'ah seorang Tabi'in bukan shahabat Nabi SAW. (hadits Mursal adalah : seorang tabi'in meriwayatkan langsung dari Nabi SAW, tanpa perantara shahabat). Kedua :"Selain itu, Mu'adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya".
HADITS KEEMPAT Artinya :"Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL 'URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah). (Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa'i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.! Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.
KESIMPULAN Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan. Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
BEBERAPA HADITS LEMAH TENTANG KEUTAMAAN PUASA HADITS PERTAMA Artinya :"Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan magfhiroh ampunan, dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka". (Riwayat : Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dll. dari jalan Abu Hurairah). Derajad hadits ini : DLOIFUN JIDDAN (sangat lemah). Periksalah kitab : Dlo'if Jamius Shogir wa Ziyadatihi no. 2134, Faidhul Qodir No. 2815.
HADITS KEDUA Artinya :"Dari Salman Al-Farisi, ia berkata : Rasulullah SAW. Pernah berkhotbah kepada kami di hari terakhir bulan Sya'ban. Beliau bersabda : "Wahai manusia ! Sesungguhnya akan menaungi kamu satu bulan yang agung penuh berkah, bulan yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah telah jadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sunat, barang siapa yang beribadat di bulan itu dengan satu cabang kebaikan, adalah dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di bulan lainnya, dan barangsiapa yang menunaikan kewajiban di bulan itu adalah dia seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya, dia itulah bulan shabar, sedangkan keshabaran itu ganjarannya sorga.... dan dia bulan yang awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka..." (Riwayat : Ibnu Khuzaimah No. hadits 1887 dll). Sanad Hadits ini DLOIF. Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud'an. Dia ini rawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni, Abi Hatim, dll. Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena jelek hafalannya, Imam Abu Hatim mengatakan : Hadits ini Munkar !! Periksalah kitab : Silsilah Ahaadits Dloif wal Maudluah No. 871, At-Targhib wat Tarhieb jilid 2 halaman 94, Mizanul I'tidal jilid 3 halaman 127.
HADITS KETIGA Artinya :"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur di atas kasurnya". (Riwayat : amam). Sanad Hadits ini Dlo'if. Karena di sanadnya ada : Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini gelap keadaannnya karena kita tidak jumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh Wat-Ta'dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap rawi hadits). Selain itu di sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi Hurairah Al-Himsi seorang rawi yang Majhul (tidak dikenal keadaannya dirinya). Sebagaimana diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Mizanul I'tidal, dan Imam 'Uqail berkata : Munkarul Hadits !! Kemudian hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Dailami di kitabnya Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadnya sebagai berikut : Artinya :"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur diatas kasurnya". Sanad hadits ini Maudlu'/Palsu Karena ada seorang rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail, dia ini seorang yang tukang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa. Periksalah kitab : Silsilah Ahaadist Dloif wal Maudl'uah No. 653, Faidlul Qodir No. hadits 5125.
HADITS KEEMPAT Artinya :"Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, dan diamnya merupakan tasbih, dan amalnya (diganjari) berlipat ganda, dan do'anya mustajab, sedang dosanya diampuni". (Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman, dari jalan Abdullah bin Abi Aufa). Hadits ini derajadnya sangat Dlo'if atau Maudlu. Di sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha'i, salah seorang pendusta (baca : Faidlul Qodir No. 9293).
HADITS KELIMA Artinya :"Puasa itu setengah dari pada sabar" (Riwayat : Ibnu Majah). Kata Imam Ibnu Al-Arabi : Hadits (ini) sangat lemah !
HADIST KEENAM Artinya :"Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa".(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman dari jalan Abu Hurairah). Hadits ini sangat lemah ! Ada Muhammad bin ya'kub, Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar. Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa. Ada Musa bin 'Ubaid. Ulama ahli hadits. Imam Ahmad berkata : Tidak boleh diterima riwayat dari padanya (baca : Faidlul Qodir no. 5201). Itulah beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa dan bulannya. Selain itu masih banyak lagi hadits-hadits lemah tentang bab ini. Hadits-hadits di atas sering kali kita dengar dibacakan di mimbar-mimbar khususnya pada bulan Ramadhan oleh para penceramah.
Judul lengkap bahasan di atas adalah sbb :Derajad Hadits Tentang Bacaan Waktu Berbuka PuasaDan Kelemahan Beberapa Hadits Tentang Keutamaan/Fadillah Puasa
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu, dia berkata: Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang menyampaikan nasehat kepada orang banyak di sebuah majelis, tiba-tiba seorang Arab pedalaman datang, lalu dia bertanya, "Kapan Kiamat?" Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam terus saja berbicara, sehingga sebagian orang mengatakan, "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendengar peranyaan orang Arab pedalaman itu namun beliau tidak menyukainya", sementara sebagian yang lain mengatakan, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak mendengar pertanyaan tersebut". Setelah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selesai menyampaikan nasehat, beliau bertanya, "Mana tadi orang yang bertanya tentang kiamat?" orang tersebut menjawab, "saya, ya Rasulullah". Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Apabila amanat telah diabaikan, maka tunggulah kiamat". Tanya orang tersebut, "Bagaimana mengabaikan amanat itu?" Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Apabila urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat".1 1): As-saa'ah yang sering diterjemahkan kiamat bisa bermakna kehancuran terbatas pada hal-hal tertentu dan bisa bermakna kehancuran total seluruh jagad seisinya.
.Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru Radliyallaahu 'anhu, dia berkata: suatu ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tertinggal di belakang kami dalam suatu perjalanan, kemudian beliau menyusul kami ketika kami sedang berwudhu hendak mengerjakan solat. Kami --- dalam berwudu --- hanya mengusap kaki kami tanpa membasuhnya, lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berseru dengan suara keras beliau sekeras mungkin, "Hindarkan tumit kalian dari api neraka". Beliau berseru seperti itu dua kali atau tiga kali.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda, "Di antara pepohonan ada sebuah pohon yang daun-daunnya tidak rontok dan pohon tersebut bagaikan seorang muslim, katakan pohon apa itu?" Orang-orang pun berpikir tentang pepohonan yang ada di padang pasir. Kata Abdullah bin Umar (Ibnu Umar), "Saya berpikir bahwa pohon tersebut adalah pohon kurma, namun saya malu mengucapkannya. "Kemudian orang-orang mengatakan, "Ya Rasulullah, beritahukan kepada kami pohon tersebut". Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Yaitu pohon kurma".
MELIBATKAN DIRI ATAU MENGHINDAR KETIKA ADA PENGAJIAN/SERUAN AGAMA.
. Diriwayatkan dari Anas Radliyallaahu 'anhu, dia berkata: Ketika kami sedang duduk bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di dalam masjid, seorang laki-laki datang dengan menunggang onta, kemudian dia hentikan ontanya dengan berlutu di halaman masjid, lalu dia mengikatnya. Setelah itu dia bertanya, "Mana orang yang bernama Muhammad?" Ketika itu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang duduk bersandar bersama kami, lalu kami menjawab, "Itu dia, laki-laki yang berkulit putih yang sedang duduk bersandar". Orang itu melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sambil berkata, "Hai putra Abdul Muthalib". Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Aku telah siap menjawab pertanyaanmu". Kata orang itu, "Aku akan menyampaikan pertanyaan kepada anda yang membuat anda tersinggung, karena itu jangan marah". Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Tanyakan apa saja yang ingin kau tanyakan". Kata orang itu, "Aku bertanya kepada anda dengan nama Tuhan anda dan Tuhan orang-orang sebelum anda, apakah Allah telah mengutus anda sebagai Rasul kepada semua manusia?" Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Demi Allah, benar". Orang itu bertanya lagi, "Dengan nama Allah, apakah Allah telah memerintahkan anda mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari semalam?" Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Demi Allah, benar". Orang itu bertanya lagi, "Dengan nama Allah, apakah Allah telah menyuruh anda berpuasa selama sebulna (dalam bulan Ramadhan) setiap tahun?" Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Demi Allah, benar". Orang itu bertanya lagi, "Dengan nama Allah, apakah Allah menyuruh anda memungut zaka dari orang-orang kaya untuk anda bagikan kepada orang-oarng miskin?" Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Demi Allah, benar". Kata orang itu, "Aku beriman dengan apa yang anda ajarkan dan aku adalah utusan yang mewakili warga sukuku. Namaku Dhimam bin Tsa'labah, keluarga Bani Sa'd bin Bakr".
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutus seseorang untuk menyampaikan surat beliau kepada gubernur Bahrain agar selanjutnya oleh gubernur itu diserahkan kepada Kisra (Raja Persi). Setelah Kisra membaca surat itu, dirobek-robeknyalah surat tersebut. Kata perawi: Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdoa agar Allah menghancurkan kerajaan Kisra Persi itu hingga berkeping-keping.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radliyallaahu 'anhu, dia berkata: Suatu ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menulis sepucuk surat - atau berhasrat untuk menulis surat--, lalu dikatakan kepada beliau bahwa para penguasa tidak mau membaca surat yang dikirimkan kepada mereka kecuali jika distempel. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjadikan sebuah cincin perak milik beliau sebagai stempel yang bertuliskan "Muhammad Rasulullah". Saya melihat seakan-akan ada cahaya putih dari cincin itu di jari beliau. 66. Diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Laitsiy Radliyallaahu 'anhu, bahwa ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang duduk di masjid bersama orang banyak, tiba-tiba ada tiga orang datang, yang dua mendekat kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedangkan yang satu pergi begitu saja. Dua orang tersebut berdiri di hadapan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sambil mencari tempat yang kosong untuk duduk, yang satu melihat tempat yang kosong di tengah orang banyak, lalu dia duduk di situ, sedangkan yang satu lagi duduk di belakang orang banyak. Adapun yang ketiga berlalu begitu saja. Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selesai menyampaikan nasehat, beliau bertanya: "Sudikah kalian jika aku ceritakan kepada kalian mengenai tiga orang tadi? Orang yang pertama mendekat untuk berlindung kepada Allah, maka Allah memberikan perlindungan. Orang kedua merasa malu kepada Allah, maka Allah tidak mengazabnya, dan orang yang ketiga berpaling dari Allah, maka Allah berpaling darinya". Baca Selanjutnya...